Sejarah Bangka

Museum timah di Bangka menyimpan sejarah panjang mengenai penambangan timah di Indonesia. Bangka merupakan salah satu pulau yang membentuk Provinsi Bangka Belitung, pulau lainnya yaitu Belitung. Pulau Bangka memiliki sejarah yang panjang tentang eksplorasi mineral berupa timah. Bku sastra Hindu abad ke-1, Millndrapantha dan Nidessa, menyebut P. Bangka dengan beragam istilah, antara lain Vanka atau Wangka, Monopin, Mayit-Dong, China Bato, dan Banka. Menurut George Coedes (1918), para pelaut India telah mengenal p. Bangka atau Wangka sebelum abad ke-1.

Arti kata Wangka dalam bahasa Sansekerta berarti ‘timah’. Catatan-catatan kuno milik kerajaan Sriwijaya banyak mengisahkan tentang Wangka (timah), termasuk prasasti Kota Kapur yang bercerita mengenai adanya penambangan timah Bangka pada awal abad ke-7. Sejak masa itu, negara lain mengenal produk timah Bangka yang memiliki kualitas sangat baik. Pada masa itu, kerajaan Sriwijaya menjadikan timah sebagai media barter kerajaan dan bahan untuk prasasti. Hal ini mengakibatkan eksplorasi timah berlangsung dalam skala kecil.

Museum Timah dan Sejarah Penambangan Timah di Muntok

Penambangan Timah lepas pantai dengan kapal keruk

 

Era Kerajaan Sriwijaya

Kota Muntok, Kab. Bangka Barat, merupakan salah satu pusat produksi timah terbesar. Kota Muntok memiliki luas area sebesar 469 KM2 dengan populasi sebanyak 45.523 jiwa. Posisinya berada tepat di moncong Pulau Bangka yang mirip seperti kuda laut.

Sultan Palembang Mahmud Badaruddin I mendirikan kota Muntok pada 1722 sebagai hadiah pernikahannya dengan Mas Ayu Ratu Zamnah, seorang perempuan keturunan Tionghoa dari Johor-Siantan. Pada mulanya, kota itu bernama Mentok. Tetapi, karena pelafalan yang relatif lebih mudah bagi bangsa asing, maka namanya berubah menjadi Muntok.

Era Kolonial Belanda

Menurut Tedjo Sujitno dalam Sejarah Timah (1996), timah mulai diperdagangkan secara resmi di Muntok pada tahun 1730, antara Persekutuan Dagang Hindia Timur Belanda atau VOC dan Kesultanan Palembang. Saat itu, VOC meminta kepada Sultan Palembang agar kesultanan Palembang hanya menjual timah produksi Muntok kepada pihak VOC saja.

Sejak saat itulah eksplorasi timah dalam skala besar terjadi dan membuat Kesultanan Palembang sebagai kerajaan terkaya di kawasan Semenanjung Malaka dan Sumatra. Hak pengelolaan timah sempat beralih kepada Kolonial Inggris pada 1811. Tiga tahun kemudian, Inggris kembali menyerahkan hak pengelolaan timah kepada Belanda melalui Traktat London I.

Pada tahun 1819, Kolonial Belanda membentuk perusahaan pengelolaan timah yang bernama Banka Tin Winning Bedrijf (BTW). Perusahaan ini merupakan cikal bakal PT Timah, Tbk saat ini. Perusahaan milik Kolonial Belanda kemudian memproduksi timah secara massal dan menjualnya ke seluruh dunia. Pada saat itu, Banka merupakan Merek dagang timah produksi BTW.

Satu abad kemudian, yaitu pada 1912, BTW mulai membangun kantor pusat yang memiliki fungsi lain sebagai pusat pemerintahan. Bangunan kantor pusat BTW terdiri dari dua unit bangunan, yaitu bangunan utama tiga lantai seluas 500 m2 yang berfungsi sebagai kantor administrasi, gudang penyimpanan timah, serta tempat peleburan timah. Arsitektur bangunan kantor pusat BTW mengadopsi gaya Art Deco yang sedang booming pada masa itu.

Era Setelah Kemerdekaan

Setelah masa Kolonial Belanda berakhir pada 17 Agustus 1945, bangunan ini sempat menjadi kantor pusat PT Timah Tbk ketika masih bernama PN Tambang Timah Bangka.

Pada tahun 2012, PT. Timah, TBK mulai melakukan upaya konservasi setelah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bekas kantor pusat BTW sebagai cagar budaya nasional. Setahun kemudian, bangunan bersejarah yang bercat putih mulai dibuka untuk umum sebagai Museum Timah Indonesia (MTI), Muntok. Saat ini, Museum Timah telah memiliki 176 koleksi. Koleksi-koleksi tersebut berupa bentuk alat tambang timah yang berusia lebih dari satu abad, balok-balok timah, alat cetak timah, miniatur kapal keruk pasir timah, serta replika prasasti Kota Kapur.

Museum Timah sebagai Museum Timah Pertama di Asia

Museum Timah di Pangkalpinang

Sebagai museum timah pertama di Asia, Museum Timah  Indonesia menyediakan sembilan galeri di lantai satu museum. Galeri pertama dan kedua menceritakan mengenai lintas sejarah dan sosial budaya Muntok. Duta Traveller bisa memproleh informasi mengenai kota Muntok mulai dari era kerajaan Sriwijaya, era colonial Belanda, hingga menjadi bagian dari Indonesia. Selain itu, terdapat replika mesin tenun untuk membuat kain khas Muntok.

Galeri lainnya yaitu ruang Geologi dan Eksplorasi, serta Galeri Tambang Darat dan Tambang Laut. Ruangan khusus ini memberikan gambaran peta pertambangan timah, alat untuk mengukur kandungan timah, alat pemetaan wilayah, jenis-jenis timah mentah, dan alat eksploitasi timah. Selain itu, terdapat juga Galeri Peleburan Timah yang membahas mengenai sejarah peleburan logam dari masa ke masa. Dari galeri tersebut, Duta Traveller bisa mengetahui informasi bahwa peleburan timah pertama di dunia terjadi di Turki pada tahun 1.500 SM, yaitu ketika seseorang mencampurkan tembaga dan timah menjadi perunggu. Ruangan ini menjabarkan secara detail proses peleburan bijih timah oleh PT Timah Tbk disertai dengan beberapa sampel timah olahan yang siap jual.

Galeri Peleburan Timah

Galeri Sarana Prasarana memamerkan foto-foto kota Muntok tempo dulu, termasuk peta kota tua Muntok. Satu lagi galeri yang berada di Museum Timah yaitu Galeri Bung Karno. Galeri ini menampilkan foto Presiden RI Pertama saat menjalani pengasingan ke Muntok. Terdapat miniatur Wisma Ranggam dan Wisma Menumbing, yaitu gedung tempat tokoh-tokoh tadi diasingkan di Muntok. Wisma Ranggam dan Wisma Menumbing berjarak sekitar 10 menit berkendara dari museum. 

Pihak pengelola menyebutkan bahwa pengunjung Museum Timah Indonesia Muntok berasal dari berbagai wilayah. Mayoritas Kunjungan terjadi pada akhir pekan.  Museum sendiri buka setiap Sabtu hingga Kamis mulai pukul 08.00-12.00 WIB dan pukul 13.00-16.00 WIB. Duta Traveller tidak perlu membayar tiket masuk untuk bisa memasuki museum. Museum Timah merupakan destinasi wisata sejarah dan edukasi yang layak dikunjungi.