Menyusuri Jalan Braga yang legendaris seolah melintasi kembali sejarah yang menyertai perkembangan kota Bandung, Jawa Barat. Bangunan-bangunan kuno peninggalan Belanda menjadi daya tarik tersendiri dari jalan ini. Jalan yang sebelumnya beraspal, kini sudah berubah dengan peggunaan batu andesit.

Asal-usul nama “braga” sendiri masih simpang siur hingga kini. Ada yang mengatakan kalau “braga” berasal dari nama Theotila Braga (1834 – 1924) seorang penulis naskah drama. Kawasan ini memang pernah menjadi markas perkumpulan drama bangsa Belanda yang berdiri pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Peter Sijthot, seorang Asisten Residen.

Ada juga yang mengatakan kalau “braga” berasal dari kata “bragi”, nama dewa puisi dalam mitologi bangsa Jerman. Sementara ahli sastra Sunda mengatakan kalau “baraga” merujuk pada jalan di tepi sungai. Dan memang, Jalan Braga ini terletak di tepi Sungai Cikapundung.

Sementara catatan sejarah lainnya menyebut Braga dulunya adalah jalan pedati yang berlumpur. Braga juga terkenal dengan sebutan karrenweg atau pedatiweg. Jalan Karrenweg itu menghubungkan gudang kopi milik Andreas de Wilde (sekarang bernama Balai Kota Bandung) dengan Jalan Raya Pos (Jalan Asia Afrika sekarang).

Jalan  Braga  mengalami berbagai perkembangan jelang berakhirnya abad ke-19 seiring dengan pembangunan Kota Bandung secara umum. Kawasan ini kemudian menjadi tempat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung, terutama para preangerplanters atau pengusaha perkebunan teh.

Pada era penjajahan, Jalan Braga menjadi pusat perbelanjaan ternama tempat mondar-mandirnya kaum berduit. Karena itu, kawasan Braga sempat memiliki julukan sebagai De meest Eropeesche winkelstraat van Indie atau komplek pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda. Hal ini seperti diungkapkan Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe (1984).

Menyusuri Jalan Braga yang Legendaris Sambil Berburu Es Krim Klasik dan Cokelat

toko ice cream legendaris di braga

Menyusuri Jalan Braga yang legendaris saat ini, bisa membawa kita sejenak mengenang sebagian wajah Bandung Tempo Dulu. Beberapa kompleks pertokoan di Jalan Braga masih mempertahankan arsitektur pada zaman kolonial Belanda. Sebagian besar bangunan masih beroperasi sebagai tempat perbelanjaan, apotek, kantor, hingga gedung pameran.

Ada lagi yang unik, yaitu Gedung Majestic yang dibangun pada tahun 1925. Gedung yang dulunya berfungsi sebagai bioskop ini memiliki bentuk menyerupai kaleng biskuit. Saat ini Gedung Majestic berungsi sebagai tempat pameran, pertunjukan musik, dan pemutaran film.

Berjalan kaki sepanjang Jalan Braga, kita bisa menikmati suasana kota Bandung yang berbeda di sana. Di pinggir jalan, kita dapati deretan seniman yang menjajakan lukisan. Pelukis yang ada di Braga kebanyakan berasal dari  Jelekong, sebuah kampung pelukis di kawasan Baleendah.  Lukisan mereka pada umumnya bercerita tentang panorama pedesaan, adu ayam, buah-buahan, pacuan kuda, ikan koi, dan kereta kencana.

Jika ingin berburu kuliner jadul tempo dulu di Jalan Braga, kita wajib mengunjungi restoran Braga Permai – Maison Bogerijen. Restoran ini dulunya adalah tempat berkumpul orang-orang kelas atas. Menu makanannya kebanyakan khas Eropa. Restoran ini juga menyediakan roti dan kue khas kerajaan Belanda.

Saat ini, Braga Permai masih jadi salah satu tempat vintage yang menghiasi Jalan Braga. Makanan di sana kini lebih beragam, dari mulai masakan khas Nusantara sampai yang western pun bisa dipilih sesuai selera. Selain makanan berat, Braga Permai juga menjual es krim dan aneka cokelat.

Bila ingin makan es krim yang klasik, cobalah ke  Sumber Hidangan  yang sudah ada sejak 1929. Dekorasinya masih bergaya zaman dulu. Lokasi Sumber Hidangan tak jauh dari Braga Permai. Di sana, kita bisa mencoba es krim jadul dengan aneka rasa seperti kopyor, cokelat, vanilla, dan sebagainya. Selain es krim, Sumber Hidangan juga menjual roti dan kue.